SABTU 17/08/2013
Indonesia genap berusia 68 tahun. Semarak perayaan hari ulang tahun (HUT)
kemederkaan terasa di seantero nusantara. Bendera dan umbul-umbul Merah Putih
menghiasi seluruh pelosok negeri. Beragam acara juga sudah disiapkan untuk
menyemarakkannya, mulai dari upacara bendera, pentas seni budaya, tasyakuran
atau tirakatan, pertandingan olah raga, serta even
lainnya.
Bersamaan dengan rangkaian menyambut HUT Kemerdekaan RI, saudara di belahan
dunia lain sedang berduka. Kudeta militer atas Mursi pada Rabu (3/7) telah
menghancurkan sendi demokrasi di Mesir. Setiap hari darah rakyat Mesir
berceceran menjadi korban kebiadaban rezim kudeta. Spirit jihad dan perjuangan
menegakkan demokrasi telah mengantarkan ribuan nyawa syahid di medan
demonstrasi. Unjuk rasa damai dengan tangan kosong dan penuh simpatik di balas
dengan serangan membabi buta dan jauh dari batas-batas kemanusiaan oleh
Militer, Polisi, dan sipil pro-kudeta yang dipersenjatai. Puncaknya terjadi
pada 14/08/13 saat operasi pembubaran paksa demontrasi yang menurut laporan
AntiCoup Alliance telah menelan 2.200 korban jiwa dan puluhan ribu luka-luka.
Nostalgia dan Etika
Kemerdekaan Indonesia dihasilkan oleh perjuangan gigih para pahwalan
bangsa. Perjuangan berbuah proklamasi kemerdekaan barulah setengah perjalanan
membentuk NKRI. Dunia internasional masih mensyaratkan adanya pengakuan negara
lain. Dalam hal ini Mesir menjadi negara pertama yang mengakui Kemerdekaan
Indonesia. Konsekuensi logis atas fakta ini adalah hadirnya dua hal dalam
setiap perayaan HUT Kemerdekaan RI, yaitu kenangan jasa pahlawan dan Mesir.
Indonesia sebagai bangsa berbudaya menempatkan etika balas jasa pada posisi
prioritas. Andai Mesir tidak mengawali memberi pengakuan kemerdekaan kala itu,
bagaimana Indonesia sekarang? Pertanyaan sederhana ini cukup menjadi alasan
untuk memposisikan Mesir sebagai negara mitra yang istimewa. Suka duka Mesir
seyogyanya menjadi suka duka Indonesia. Bung Karno sudah memberikan awalan
keteladanan yang baik hubungannya dengan Mesir dalam isu-isu internasional,
hingga nama Soekarno diabadikan menjadi nama jalan di Kairo.
Kado Kemanusiaan
Konflik Mesir yang berujung tragedi berdarah telah bergeser dari isu
politik ke isu kemanusiaan. Pihak yang terlibat bukan saja Ikhawanul Muslimin
melawan pihak anti Mursi, tetapi sudah melibatkan rakyat Mesir pro-demokrasi
melawan kelompok pro-kudeta. Dengan demikian tidak ada alasan yang bisa
diterima nalar kemanusiaan jika Indonesia hanya diam tidak berbuat apa-apa.
Politik luar negeri bebas aktif seharusnya tidak mengekang tetapi justru
mendorong keterlebitan pro-aktif Indonesia.
Presiden SBY hingga detik ini masih konsisten dengan sikap diamnya. Sikap
maksimal yang ditunjukkan adalah ekspresi sedih dan prihatin, sebagaimana disampaikan
Dino Pattijalal Dubes RI untuk Amerika Serikat yang mengaku ditelepon SBY
tentang sikap tersebut. Belum keluar dari ucapan Sang Jenderal sebutan kudeta
dan seruan kutukan atas insiden berdarah di Mesir. Butuh berapa nyawa lagi bagi
SBY untuk membuka mata hati kemanusiannya?
Indonesia nampaknya sudah terbiasa hidup auto-pilot. Oleh karena itu elemen
rakyat yang sadar dan terbuka naluri kemanusiaannya lebih bijak pro aktif dan
berinisiatif melangkah. Pertama, pendidikan sejarah pengakuan kemerdekaan oleh
Mesir penting diberikan kepada masyarakat Indonesia. Memori kemesraan sejarah
Indonesia-Mesir perlu dibangkitkan kembali dari ingatan dan kesadaran. Tujuan
akhirnya adalah menumbuhkan etika dan kepeduliaan atas kondisi terkini Mesir.
Minimal dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI di kampung-kampung isu Mesir menjadi
bagian perbincangan hingga terselipkan dalam do’a refleksi kemerdekaan.
Kedua, bagi lembaga sosial kemanusiaan dan medis patut siaga sewaktu-waktu
Mesir membutuhkan bantuan materi dan tenaga Indonesia. Program peduli Mesir
dapat digalakkan untuk menggalang dana bantuan dari masyarakat. Sentimen
kelompok mesti dihilangkan dan bersatu dalam kesamaan isu, yaitu kepeduliaan
kemanusiaan.
Ketiga, informasi terkini dari lapangan Mesir perlu terus menerus
disampaikan kepada rakyat Indonesia. Media sosial menjadi sarana efektif untuk
melancarkannya. Hal ini untuk mewujudkan perimbangan informasi yang
dipropagandakan media penguasa Kudeta Mesir.
HUT kemerdekaan RI tahun ini menjadi momentum tepat untuk khusus
dipersembahkan bagi perjuangan demokrasi rakyat Mesir. Tidaklah etis tentunya
kita berpesta pora di atas simbah darah mereka. Cukuplah perayaan HUT
Kemerdekaan diperingati dalam kebersahajaan untuk dikadokan atas nama demokrasi
dan kemanusiaan di Mesir. Setiap ceceran darah rakyat Mesir adalah
tetesan air mata kemanusiaan kita. Do’a dan bantuan Indonesia semoga menjadi
jalan bagi kembalinya kehidupan demokratis Mesir. Langkah-langkah kecil ini
tentu harus terus diiringi dengan upaya membangunkan SBY dari tidurnya.
Sumber: http://islampos.com/kado-hut-kemerdekaan-ri-untuk-mesir-73772/