Jumat, 22 Maret 2013

Peringatan Hari Anti Korupsi di Bengkulu Ricuh, 8 Mahasiswa Ditangkap

Aksi demo memperingati Hari Anti Korupsi se Dunia oleh mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Koalisi Pemuda Rafflesia (Kopral) di Bengkulu, Jumat (9/12) pagi berujung bentrok. Sebanyak 8 mahasiswa terpaksa diamankan bersama 1 orang sopir mobil yang mengangkut massa.

Delapan mahasiswa yang diamankan adalah Arif (23) GMNI Unib, Ikbal (19) PNMI STAIN, Deni (21) BEM UMB, Rio (23) BEM UMB, Maulana (21) KAMMI Unib, Faturrahman (21) BEM UMB dan Haryanto (21) KAMMI UMB, serta 1 orang sopir Een (24) sopir.

Koalisi yang beralamat Jalan. MT. Haryono, Gang Melur 3, RT 2, No.4, Pengantungan Kota Bengkulu tersebut menyampaikan pernyataan sikap terhadap pemerintah yang dinilai tidak serius memberantas dan mencegah tindak pidana korupsi.

Sekitar 250 massa demonstran yang tergabung dalam KAMMI, IMM, HMI, GMNI, PMKRI, BEM UMB, HIMAPIRA, dan PMII memulai aksi dari masjid Jamik Bengkulu pukul 09.30 WIB. Masa melakukan longmarch dari Masjid Jamik menuju Tugu Kuda Simpang Lima Kota Bengkulu. Setelah puas melakukan orasi berdurasi kurang lebih 15 menit, massa bermaksud kembali melanjutkan longmarch menuju kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) di jalan S Parman No. 3 Bengkulu.

Dilarang Menuju Kejati

Namun aksi mahasiswa terhalang karena sejumlah satuan gabungan Shabara Polres dan Polda Bengkulu telah memblokade jalan utama S Parman menuju kantor Kejati. Sehingga terjadilah negosiasi antara korlap demonstran dengan pihak Polres Bengkulu.

Kericuhan terjadi saat demonstran bersikeras untuk maju ke kantor Kejati, namun tidak diijinkan oleh pihak Polres Bengkulu.

Beberapa peserta demo mulai ada yang ditangkap dan diamankan langsung oleh petugas karena diduga memprovokasi peserta lainnya untuk maju. Penangkapan juga dilakukan terhadap Presma BEM UMB, Sony Tauraus yang menginstruksikan para peserta untuk maju.

“Tangkap Sony Taurus! Tangkap semua yang memegang toa!” seru Kapolres Bengkulu AKBP H Joko Suprayitno SST MK yang geram dengan sikap mahasiswa karena tak mengindahkan perintahnya. Beberapa mahasiswa pun langsung diamankan ke Polantas Bengkulu karena diduga telah melakukan upaya provokasi.

Mahasiswa yang diamankan langsung dibawa ke Mapolres Bengkulu. sebagian ada yang diamankan di Pos Polantas Polres Simpang Lima Bengkulu. Tidak hanya itu, beberapa mahasiswa juga mengklaim mengalami kekerasan fisik dari oknum kepolisian.

“Kami mempertanyakan kredibilitas Kapolres yang telah malakukan pemboikotan terhadap aksi kami. Kami melakukan aksi damai dan tidak ada anarkis pada hari ini. Tapi kenapa malah dibubarkan, jelas ada kepentingan lain dari sikap Kapolres terkait pembubaran terhadap mahasiswa,” tukas Sony Taurus selaku perwakilan dari Presma BEM UMB.

Menurut Sony, polisi tidak mendukung aspirasi mahasiswa yang membela rakyat kecil. Setiap larangan yang dilakukan seolah mengindikasikan adanya pembunuhan karakter generasi penerus bangsa.

“Polisi telah salah menduga dengan pemboikotan yang dilakukan. Meskipun kami diboikot, tapi tidak membuat mahasiswa gentar. Kami akan bertambah besar ke depan. Setelah dilakukan mediasi dengan beberapa elemen mahasiswa, kemungkinan kami akan menempuh jalur hukum,” tandas Sony yang mendapati kacamatanya pecah saat diamankan beberapa petugas.

Secara umum, Kopral juga sangat menyayangkan tindakan refresif yang di lakukan oleh oknum polisi. Kapolres dinilai telah melakukan tindakan kekerasan secara fisik kepada peserta demonstran peringatan Hari Anti Korupsi se Dunia. Sejumlah peserta aksi mahasiswa dan mahasiswa terkena sabitan tongkat yang diayunkan oleh oknum polisi.

“Tak hanya itu, salah satu korlap aksi gabungan yakni Iqbal dari PMII mengalami memar dimata kanannya akibat tindak kekerasan oleh oleh oknum polisi. Dari tim advokasi aksi Kopral menyebutkan ada kemungkinan insiden ini akan diselesaikan melalui jalur hukum,” timpal Romidi Karnawan selaku ketua KAMMI.

Kapolres: Sesuai Aturan

Sementara itu, Kapolres Bengkulu AKBP H Joko Suprayitno SST MK menegaskan pengamanan yang dilakukannya sudah sesuai dengan hukum yang ditetapkan dalam undang-undang. Kapolres juga menegaskan bahwa dalam undang-undang tersebut tidak pernah dilarang bagi siapapun untuk melakukan unjuk rasa dan polisi wajib melayani.

“Polisi wajib melayani! Ini, sudah dikasih toleransi, tapi masih saja mau maju. Padahal jarak unra (unjuk rasa) seharusnya tidak boleh melebihi dari syarat yang berlaku sejauh 300 meter,” terang Kapolres.

Terkait penangkapan mahasiswa, Kapolres menilai pihaknya telah melakukan prosedur sesuai dengan aturan yang berlaku. Mengingat toleransi yang diberikan oleh pihak kepolisian seolah diindahkan oleh mahasiswa, sehingga penangkapan terpaksa dilakukan.

“Kami tidak bertindak agresif. Yang terjadi hingga ada penahanan mahasiswa itu karena situasi yang sudah memprovokasi. Sebagai pengaman, kami berhak untuk mengambil tindakan agar tidak tetap kondusif. Kalau ada mahasiswa yang terkena pukulan tadi, itu sudah jadi resiko. Tidak ada kesengajaan,” jelas Kapolres.

Namun, Kapolres juga memastikan bahwa tidak ada mahasiswa yang ditahan terkait insiden yang nyaris melibatkan bentrok fisik antara pihak kepolisian dan mahasiswa tersebut.

“Tidak, tidak saya tahan. Saya hanya mengingatkan secara persuasif daripada anak buah saya yang bertindak. Mereka pada prinsipnya mau masuk ke kantor Kejati. Kita larang karena sedang ada kegiatan di Kantor Kejati. Selain itu dari Kajati sendiri tidak mengijinkan mereka masuk,” beber Kapolres yang memimpin langsung pengamanan di lapangan.

Pantauan RB, penahanan mahasiswa tersebut hanya dilakukan hingga sore hari. Seluruh mahasiswa dan sopir mobil akhirnya dilepas setelah menandatangani surat pernyataan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Proses pelepasan mahasiswa disaksikan langsung oleh pihak kampus.

Kajati Tak Mau Diperintah Mahasiswa

Sementara itu, disela aksi demo, setelah melakukan negosiasi yang dimediasi Kapolres, beberapa perwakilan mahasiswa mendapat kesempatan untuk menyampaikan langsung tuntutannya ke pihak Kejati. Sekitar 10 orang perwakilan mahasiswa bertemu langsung dengan, Kajati Bengkulu, Herman Rachmat, SH, MH.

Pertemuan tidak berlangsung lancar dan tanpa diskusi. Dalam tuntutannya, mahasiswa meminta tim Penyidik segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan penyaluran handtractor. Mereka juga meminta agar jaksa mengungkap otak pelaku atau kelas kakap dalam kasus tersebut.

Suasana memanas ketika mahasiwa meminta Kajati menetapkan jadwal penetapan tersangka secepatnya. Mendapat desakan itu, Kajati tidak tinggal diam. Ia menegaskan tidak ada intervensi dari pihak manapun dalam setiap penyidikan kasus oleh jaksa, termasuk dari mahasiswa.

“Saya bekerja bersama tim, bukan sendiri. Tidak bisa ditentukan sembarangan, perlu kajian matang. Permintaan mahasiswa itu saya nilai perintah, tidak ada dasarnya saya diperintah oleh mereka,” tegas Kajati usai pertemuan yang tidak berlangsung lama itu.

Di sisi lain, pihak mahasiswa memilik alasan sendiri. Mereka mengaku tidak punya banyak waktu untuk bertemu Kajati. Alasannya karena suasana massa aksi di luar gedung Kejati sudah memanas.

“Kami cukup menyampaikan tuntutan. Tidak mungkin kami berlama-lama di dalam ruang ber AC, sementara rekan-rekan di luar kepanasan dan bertentangan dengan polisi,” singkat Koordinator Mahasiswa, Romidi Karnavan yang juga Ketua KAMMI Daerah Bengkulu sambil meninggalkan gedung Kejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar